Pages

Kartu Kredit Syariah?

Kartu kredit Syariah? kq bisa? jawabnya "BISA". Dalam kartu kredit syariah yang ditekankan bukanlah bunga, tapi fee pengelolaan dan tidak akan mengenal namanya "bunga berbunga" sehingga biaya yang timbul akan relatif lebih kecil.

Ketika kita membuka kartu kredit syariah biasanya kita akan diisyaratkan untuk membuka tabungan dimana dananya minimal 10% dari limit kartu kredit kita. Ini sebagai jaminan pelunasan tagihan apabila kita tidak mampu untuk membayar tagihan yang kita terima. Untuk lebih mudahnya bisa melihat perbedaan dibawah ini


1. Pada kartu kredit syariah beban biaya yang timbul lebih ringan karena tidak bunga berbunga beda dengan kartu kredit konvesional dimana bunga juga bisa berbunga sehingga biaya yang timbul tidak akan terduga
2. Kartu kredit syariah tidak bisa digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah atau paling tidak meminimalisir penggunannya
3. Kartu kredit syariah tidak akan mendorong sikap konsumtif dan pengeluaran yang berlebihan (israf) karena kita harus menaruh jaminan.

AKAD YANG DIGUNAKAN:

Bank Syariah yang menerbitkan Kartu Kredit Syariah menggunakan beberapa skema akad dalam transaksi kartu kredit tersebut. Akad-akad tersebut adalah:

1. Akad Kafalah

Dalam akad kafalah ini, Bank Syariah sebagai penerbit kartu kredit akan bertindak selaku penjamin bagi nasabahnya, terhadap merchant yang melakukan transaksi dengan nasabah tersebut. Bank Syariah akan menjamin semua kewajiban pembayaran dari nasabahnya yang membeli barang atau menerima jasa dari merchant dimaksud. Karena Bank Syariah telah bertindak selaku penjamin, maka Bank Syariah berhak menagih iuran bulanan (membership fee). Maksudnya begini:

Tenriagi merupakan nasabah kartu kredit pada Bank Syariah. Suatu hari Tenriagi membeli tas merk Gucci pada sebuah Boutique di Orchard – Singapore dengan menggunakan kartu kredit tersebut. Pada saat itu, Tenriagi tidak membayar harga tas dengan tunai, melainkan dengan kartu kredit atau dengan cara hutang. Jadi seolah-olah Tenriagi berhutang kepada Boutique tersebut. Boutique tersebut bisa mempercayai Tenriagi, karena adanya jaminan dari Bank Syariah penerbit kartu kredit. Sehingga Bank Syariah tersebut bertindak selaku Kafil (penjamin) dan Tenriagi selaku Makful (pihak yang dijamin).

2. Akad Qardh

Bank Syariah selaku pemberi pinjaman kepada nasabahnya atas seluruh transaksi penarikan tunai yang menggunakan kartu kredit yang diterbitkan oleh Bank Syariah dimaksud. Jadi maksudnya begini:

Dalam suatu transaksi kartu kredit, terkadang Nasabah diberikan fasilitas untuk menarik dana secara tunai dengan menggunakan kartu kredit tersebut; walaupun nasabah tidak memiliki simpanan dalama bentuk uang tunai dalam rekening kartu kredit dimaksud. Namun, Bank Syariah memberikan dana talangan kepada nasabah, yang nantinya harus dikembalikan lagi oleh nasabah tersebut. Atas pelayanan qardh, maka bank berhak mengenakan biaya administrasi yang besarnya tidak boleh di dasarkan atas jumlah pinjaman, tetapi biaya riil yang dikeluarkan bank.

3. Akad Ijarah

Bank Syariah selaku penyedia jasa system pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang Kartu Kredit. Atas Ijarah tersebut, nasabah dari Bank Syariah yang bersangkutan dikenakan iuran tahunan (annual membership fee).

Disamping ketiga akad tersebut, dalam transaksi kartu kredit, dapat pula digunakan akad-akad lainnya, yaitu:

1. Akad Wakalah

Atau pemberian kuasa. Jadi begini: pada saat terjadi akad antara pemegang kartu dan penerbit kartu (Bank), nasabah pemegang kartu sudah memberikan memberikan kuasa (mewakilkan) kepada Bank untuk melunasi hutang yang timbul sebagai akibat dari pengeluaran Nasabah dengan menggunakan kartu kredit kredit tersebut.

2. Akad Hiwalah (pengalihan pembayaran hutang)

Seperti halnya pada konsep Hiwalah (Hawalah), Nasabah pada dasarnya memiliki hutang kepada merchant (dengan membeli suatu barang atau jasa tertentu misalnya), dan kemudian merchant tersebut menagih kepada Bank.  Dalam ini, antara merchant dengan Bank tidak ada hubungan khusus. Namun, karena adanya wakalah yang ditindak lanjuti dengan Hawalah, maka Bank berkewajiban untuk membayarkan tagihan hutang dari Merchant tersebut atas nama Nasabah.

3. Bay’bi Ajal

Bay’bi ajal biasanya terjadi antara 2 pihak, dimana hubungannya langsung antara nasabah selaku pemegang kartu kredit dengan merchant. Nasabah membeli produk secara cicilan kepada merchant, pembayarannya dilakukan secara mencicil (taqsith).

Walaupun sudah ada Bank Syariah yang menerbitkan Kartu Kredit Syariah, namun dalam prakteknya beberapa Bank Syariah lainnya masih bersikap skeptic mengenai konsep akad yang digunakan pada transaksi kartu kredit dimaksud. Salah satu legal corporate Bank Syariah yang  saya mintai pendapat menjelaskan bahwa salah satu alasannya adalah karena dalam syariah sendiri tidak ada istilah “kredit” melainkan “pembiayaan”. Karena Bank Syariah bertindak bukan sebagai “kreditur” melainkan mitra dari “Nasabah”.

0 komentar:

Posting Komentar